by

Lulusan S2 UGM Jualan Bakso, Kenapa Harus Gengsi!

 :
banner 468x60

JambiEkspress.Com | ArtaSariMediaGroup ~ Lulusan S2 Universitas Gadjah Mada (UGM) memilih jualan bakso. Beberapa orang yang mendengarnya memiliki kesan mendiskreditkan. Misalnya: Ngapain kuliah sampai S2 kalau ujung-ujungnya jualan bakso?

Tapi tidak demikian cara pikir Dika Widia Putra (27), seorang lulusan S2 UGM—dengan IPK tinggi dan publikasi internasional—terhadap gelar pendidikan tinggi yang dia sandang.

banner 336x280

Baginya, tidak ada value yang jatuh dari seorang lulusan S2 yang memilih jualan bakso. Cerita lengkapnya bisa dibaca di Lulusan S2 UGM dengan IPK Tinggi Jualan Bakso di Jogja Kala Mimpi Jadi Dosen Tertunda.

Dika, saapan akrabnya, mencoba berbagi cara pandang pada orang-orang di luar sana: lulusan S1 atu S2 yang merasa susah cari kerja. Bagi Dika, sedianya ada hal-hal yang tetap bisa dikerjakan, tapi sering dianggap tidak selevel dengan tingginya gelar akademik.

 :

Peningkatan pengangguran dari pendidikan tinggi

 :

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Senin (5/5/2025), per Februari 2025 tercatat ada 7,28 juta orang. Meningkat dari Februari 2024 yang berada di angka 7,2 juta.

Jika dirinci penyumbang pengangguran dari jenjang pendidikan, ada peningkatan untuk penyumbang dari D4, S1, S2, dan S3. Pada Februari 2024 angkanya 5,25%. Sementara pada Fabruari 2025 di angka 6,23%.

 :

Sementara untuk lulusan SMA dan SMK mengalami penurunan. Untuk lulusan SMK pada Februari 2024 di angka 9,01%. Lalu kini turun menjadi 8,00%. Sedangkan lulusan SMA ada turun menjadi 6,23% pada Februari 2024 dari yang sebelumnya 7,05%.

Bagaimanapun, jumlah pengangguran untuk lulusan perguruan tinggi pada akhirnya menjadi sorotan tersendiri. Seperti disinggung sebelumnya, persepsi orang akhirnya menganggap bahwa gelar akademik dari perguruan tinggi tidak ada gunanya.

Lulusan S2 atau S1 jangan mempersempit pikiran

“Semakin tinggi pendidikan seseorang, harusnya semakin luas cara pandangnya,” begitu kata Dika saat saya temu di warung baksonya—di parkiran barat Taman Monjali, Sleman, Jogja—pada Sabtu (27/4/2025) siang WIB.

Bagi Dika, persoalan kenapa lulusan S2 atau S1 terkesan susah cari kerja bisa jadi berakar dari problem diri yang mencoba mempersempit pikiran.

Pasalnya, banyak lulusan S2 yang karena gangsi akademik membatasi diri bahwa pekerjaan yang cocok adalah sebagai dosen, PNS, atau bekerja di perusahan-perusahaan besar.

Sementara realitasnya, dunia sering kali tidak berjalan seideal yang dibayangkan. Apalagi ditambah problem efisiensi di tahun pertama kepemimpinan, Presiden Prabowo Subianto.

Dika tidak mau terjebak dalam pembatasan itu. Dika memang bercita-cita menjadi dosen. Dia pun sempat mengikuti seleksi CPNS pada 2024 lalu. Tapi belum berhasil lolos.

Alih-alih berhenti dan merutuki “gelar S2 yang susah cari kerja”, Dika justru mencoba membeku peluang sendiri dengan membuka warung bakso. Bisnis yang memang ditekuni oleh keluarganya di Sukoharjo dan Jepara, Jawa Tengah.

“Untuk temen-temen lulusan S2 atau yang berpendidikan tinggi di kampus ternama, yang pertama, turunkan gengsi. Sekarang kalau pegang gengsi, kita nggak makan. Yakin. Apalagi kondisi ekonomi sekarang seperti ini,” tutur lulusan S2 UGM tersebut.

Tekuni passion

“Kedua, setelah lulus, tingkatkan atau latih passion-mu,” sambung Dika.

Ada persoalan seperti ini: mahasiswa S2 terlalu terlena dengan gelar akademik dan kemampuan akademik (kerja pikiran). Situasi itu membuat mahasiswa tidak mengasah dan mendalami passion masing-masing.

Alhasil, ketika lulus, merasa agak kesulitan mencari pekerjaan karena secara basic skill tidak mumpuni.

“Misalnya, ada yang jago desain. Kalau nggak kerja di kantor, bikin usaha jasa desain. Suka traveling, bikin jasa biro travel atau sekadar tour guide,” beber Dika. Tapi basic skill itu harus bener-bener diasah sejak sebelum lulus.

“Bahkan misalnya kamu jualan krupuk, dawet, tapi kalau kamu ahli di situ, melek teknologi dan ilmu marketing, kamu akan dapat menghasilkan produk yang dicari orang banyak,” sambung lulusan S2 UGM tersebut.

Ide bisnis untuk lulusan S2 dan S1, nggak cuma kuliner

Dika punya motif khusus kenapa mengambil bisnis kuliner (bakso). Bakso adalah bisnis yang digeluti oleh orangtuanya. Dari bakso pula orangtua Dika bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang tinggi.

Dika menyadari, jika ada kata “bisnis”, kebanyakan orang—termasuk lulusan perguruan tinggi—cenderung mengasosiasikannya dengan kuliner/F&B. Namun, lulusan S2 UGM itu menekankan, ada banyak lini bisnis yang bisa dieksplorasi oleh lulusan S2 dan S1.

“Bisnis paling bisa dijalankan anak muda sekarang ya dari skala kecil dulu. Misal, olahraga kan jadi tren baru. Ada lari, ada badminton. Bisa itu bikin konveksi baju. Nggak usah beli alat-alat dulu. Main skala kecil dulu dengan dompleng ke konveksi lain,” kata Dika.

Tidak sekadar mendompleng, tapi juga menimba ilmu sebanyak-banyaknya, sehingga nanti lebih siap untuk membangun usaha sendiri.

Ada juga potensi sewa alat hiking. Menimbang, hiking menjadi hobi olahraga yang tidak pernah mati.

Mulainya juga jangan terburu-buru membeli banyak alat dan sewa outlet. Tapi mulai dari barang-barang milik sendiri dan teman. Operasi persewaannya juga bisa dimulai dari kos atau kontrakan.

“Misalnya lagi pengin jualan kopi. Kalau budget pas-pasan, bikin street coffee dulu di jalan. Buka lapak. Cari pelanggan. Itu kalau takut rugi misalnya langsung sewa tempat. Karena tipikal anak muda kan budget kecil. Jadi apapun usahamu mulai dari skala kecil,” beber Dika.

Sekali lagi, Dika menegaskan, di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit ini, seseorang memang harus bisa berpikir kreatif dan berani membuka peluang. Jangan hanya mengandalkan pekerjaan dari instansi atau berharap langsung kerja enak dari gelar akademik. Intinya jangan gengsi. | JambiEkspress.Com | Mojok | *** |

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment